Sabtu, 04 Desember 2010

Bambu Kesurupan dalam Baramasuwen


Hampir di setiap pelosok Nusantara ada saja fenome­na yang berkait dengan kekuatan magis. Begitu juga di daerah Ternate, Maluku Utara. Di tempat itu ada
sebuah upacara tradisional yang dikenal sebagai Barama­suwen. Upacara yang termasuk paling tua ini diadakan dalam acara peluncuran perdana sebuah perahu.
Baramasuwen biasanya dilakukan pada malam hari. Dipimpin oleh seorang pemuka adat, upacara ini umumnya diikuti oleh 3 - 9 orang peserta. Ciri khas upacara ini ada­lah adanya beberapa batang bambu sepanjang 5 - 9 ruas, selain perlengkapan lain seperti kemenyan, arang, serta se­buah obor yang ditaruh di tengah arena upacara.

Setelah obor dinyalakan dan kemenyan dibakar, si pemuka adat tampil ke depan, sementara para peserta me­megangi ruas-ruas bambu yang diukupi asap kemenyan. Pemuka adat itu Ialu berjalan mengelilingi arena terus­ menerus sembari membacakan mantra-mantra, sampai sua­tu saat ia mendekati tempat pembakaran kemenyan, me­rentangkan kedua tangannya ke atas sambil mengucapkan kata-kata hee bara masuwen! Para peserta kemudian me­nimpalinya dengan pekikan hee i dadi gou-gou!

Tak seberapa lama, ruas-ruas bambu yang dipegangi para peserta mendadak meronta-ronta, seolah-olah ingin melepaskan dari pegangan kuat peserta. Dengan sekuat tenaga peserta mempertahankan dekapannya agar bambu tidak terlepas. Sementara itu, pemuka adat terus mendaras­kan mantra yang membuat bambu tadi bertambah kekuat­annya. Puncaknya adalah ketika para peserta terangkat bersama dengan bambu magis itu setinggi beberapa senti­meter dari permukaan tanah.
Pada saat itulah, pemuka adat merentangkan kedua belah tangannya sambil memperdengarkan mantra, dan seke­tika bambu itu menjadi "loyo" kembali tanpa daya. Bambu­-bambu yang "kesurupan" itu. kemudian diletakkan berjajar di atas tanah. Dengan begitu. selesailah pertunjukan Bara­masuwen, yang oleh masyarakat setempat disebut pertun­jukan hijib.