Minggu, 05 Desember 2010

Pulau Kanawa


Berburu Sunyi di Kanawa
Pulau-pulau kecil, bak mutiara,menjalin Indonesia menjadi negara kepulauan nan indah.
Pulau Kanawa di Kepulauan Komodo, Nusatenggara Timur, salah satu dari mutiara itu. Birunya laut yang jernih, indahnya terumbu karang, dan kesunyian yang menenangkan, bisa dinikmati dengan biaya relatif murah.
Poster-poster yang mempromosikan Pulau Kanawa akan anda jumpai saat bera­da di ruang bagasi Bandara Komodo, Labuanbajo, Flores, Nusa­tenggara Timur.
Hanya 40 menit dari Labuanbajo de­ngan kapal.
Jika mengunjungi Pulau Kanawa anda harus berbekal air mineral botol cukup banyak, karena di Kanawa air minurn mahal.

Pulau Kanawa, bukitnya ditumbuhi Perdu, rumah panggung kayunya berjajar rapi, demikian pula pohon-pohon rindang yang berbaris teratur. Di bawah lautnya yang jernih dan beralas terumbu karang terlihat ikan-ikan berkejaran.

Pu­lau Kanawa dikelilingi ham­paran terumbu karang. Saat laut surut, tidak ada kapal dapat merapat di pantainya. Pepohonan rindang meneduhi hamparan pasir putih. Satu­-dua di antara batang pohon dipasang hammock untuk ber­malas-malasan.
Dipulau ini sudah tersedia Bungalo berupa rumah panggung beralas papan. Hanya ada satu ruang untuk ti­dur seluas kurang lebih 4 x 4 m berdinding gedek dan bera­tap genting. Di dalam kamar disediakan sebuah dipan yang dilengkapi kelambu. Sebuah lampu pijar menempel di tem­bok dekat jendela yang meng­hadap pantai. Di balkon ada dua kursi yang catnya agak kusam, sebuah meja, serta tali jemuran. Sederhana tapi me­madai untuk beristirahat. Terasa tenang, apalagi hanya tiga meter di depan balkon terham­par pantai-pasir putih dengan laut biru sebening kaca. Kamar mandi dan WC ter­letak diluar, di samping ba­ngunan, sejajar dengan tanah dan tanpa atap. Namun, jangan takut diintip, karena kamar mandi dikelilingi tembok. Un­tuk mandi disediakan bak pe­nampung air tawar yang di­alirkan melalui keran, tapi untuk menyiram WC ada se­ember air laut. Tampak jelas imbauan menghemat air ta­war terpampang di kamar mandi. Tidak heran, karena pengelola Kanawa harus membeli air tawar dari La­buanbajo untuk keperluan memasak dan mandi para tamu.
Menjelang senja, bisa melihat Sunset yang indah.

Berbeda dengan Kanawa yang sepi kilauan lampu, di kejauhan pulau tetangga, Pu­lau Mesah, ramai dengan ke­lip pendar Iampu.
Restoran menjadi tempat sosialisasi di malam hari. Beberapa turis asing asyik meng­obrol, main kartu, ataupun minum-minum. Kegiatan malam berakhir kala angin bertiup makin kencang. Sebagian besar tamu kembali ke peng­inapan masing­-masing, menyisa­kan sunyi. Yang terdengar, tinggal gemerisik daun­-daun diterpa angin.

Pagi hari, pe­mandangan se­belum matahari keluar dari per­sembunyiannya sungguh menga­gumkan. Langit gelap pelahan­-lahan beralih ke­merahan, menja­di jingga, dan akhirnya terang­ benderang. Air pasang semalam meninggalkan tumbuhan makroalga yang menggeletak di sepanjang garis pantai. 
Hanya bagian selatan pulau ini yang dihuni. Bagian utara, yang dipisahkan dengan bukit, adalah pantai dengan terumbu karang yang lebih luas. Nama Kanawa sendiri adalah nama pohon.
Pukul 09.00 sinar matahari sudah menyengat. Inilah saat terbaik untuk snorkeling sebe­lum matahari makin tinggi. Di tepi pantai dengan mata telanjang sekalipun tampak jelas dasar laut yang berpasir putih serta kawanan ikan-ikan kecil yang berenang bebas. Saat bersnorkeling, rasanya seperti masuk akuarium raksasa.
Pertama kali muncul bin­tang laut berduri. Makhluk ber­warna merah-kuning dengan diameter 20 cm itu bertebaran kira-kira 3 m dari garis pantai. Makin menjauhi pantai, kurang lebih 20 m, terbentang hamparan luas gugus terumbu ka­rang dengan ratusan jenis ikan. Anemon laut, karang Ar­copora, kepiting kecil, kerang, dan udang kecil hidup aman tak terusik. Kawanan ikan te­rumbu karang dengan warna­-warni cerah mencolok mata berenang kian-kemari. Semen­tara kawanan yang lain asyik menyantap alga yang tumbuh di terumbu karang. Bila jeli, terlihat pula ular laut loreng merah hitarn menyelinap di antara bebatuan. Pemandang­an di "akuarium" raksasa itu memang membetahkan.
Namun, jangan pula ber­lama-lama di air, mengingat matahari bersinar sangat ga­nas pada tengah hari. Buktinya, begitu muncul di permukaan, kulit terasa panas. Tak terasa satu jam lebih berlalu untuk menyaksikan keindahan terum­bu karang.
Kalaupun tak berminat ter­jun ke laut, kegiatan lain yang pantang dilewatkan adalah melihat budidaya mutiara, pe­nangkaran hiu, red snapper, dan ikan napoleon.
Bila bukan musim libur, menginap di Kanawa seperti menginap, di pulau pribadi. Mau berenang, memancing, berjemur sepuasnya, atau ber­malas-malasan seharian di bawah ayunan pohon, dijamin tidak akan ada yang mengganggu. Jangan harap hal itu terja­di di musim liburan, karena bungalo penuh tamu.
Letak Kanawa terasing dan jauh dari kebisingan. Hampir tidak ada perahu atau kapal melintasi Kanawa, kecuali ka­pal antar-jemput tamu. Yang lebih membuat terasing adalah sulitnya alat komunikasi. Radio panggil menjadi satu-satunya alat komunikasi yang menghu­bungkan Kanawa dengan du­nia luar. Dapat dibayangkan sunyinya kehidupan di Kanawa.
Saking sunyinya, di siang hari hanya terdengar kicau burung yang bertengger di ba­wah pohon kersen.
Meski suasana sangat san­tai, damai, dan tenang, jangan dikira Kanawa hanya untuk bermalas-malasan. Dunia pe­tualangan lainnya siap menantang, anda dapat mendaki bukit kecil di balik penginapan. Meski tinggi bukit tidak lebih dari 200 m, jangan lupa membawa persediaan air minum karena terik surya cepat mengundang haus. Butuh sedikit perjuangan untuk mendaki bukit yang pa­dat ditumbuhi alang-alang ta­jam. Tapi, begitu tiba di atas, kepenatan terlupakan. Peman­dangan Kanawa dan kepulau­an sekitarnya sangat spektakuler.
Tampak jelas perairan war­na air laut beralih dari biru muda menjadi biru tua, serta peralihan dari perairan dangkal ke dalam. Dari tempat ini pun kita dapat menikmati matahari terhenam. Nun jauh, terlihat lekuk-lekuk pulau-pulau yang mulai gelap tersapu awan.
Bagi pencinta hidangan la­ut, Kanawa bagai surga. Dengan memesan sebelumnya, makan malam dengan hidang­an seperti cumi-cumi, ikan ka­kap, red snapper, lobster, atau­pun kerang hasil tangkapan siang hari dapat dinikmati de­ngan harga lumayan murah.
Menjelang sore, saat laut surut, terbentang daratan dadakan, yang biasanya te­rendarn air laut, sampai kira­-kira 10 m dari garis pantai. Namun, lebih dari itu banyak karang tajam mengadang. Bintang laut dan kepiting ke­cil berserakan di sana-sini. Sementara kapal yang tadinya mengapung di air, kini tampak terpaku kaku di daratan.
Bila bulan purnama, selepas magrib nun di kejauhan tampak baris­an lampu berkelap-kelip. Rupa­nya nelayan penduduk Pulau Mesah, yang berjarak sekitar
30 menit dengan perahu mo­tor dari Kanawa, tengah men­jalankan ritual menangkap ikan. Ritual itu mereka lakukan setiap purnama tiba. Sebuah pemandangan mengasyikkan dari jauh.
Di malam hari langit terasa begitu dekat. Udara bersih membuat kerlip bintang selatan memancar terang. Sepanjang zaman tak kenal bosan debur ombak pelahan menampar bibir pantai. Di Kanawa, sang waktu memang terasa panjang. Malam menunggu siang, siang menunggu malam. Kanawa, memang tempat tepat mencari tenang.